Sensasi Berkuda di Kampung Koboi

Tuesday, February 26, 2013

SEORANG lelaki terlihat gagah memacu kuda dengan cepat di antara rerimbunan pohon di jalan Desa Tegalwaton, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang. Beberapa saat kemudian, disusul penunggang kuda lainnya. Mereka seolah saling berkejaran. Ya, desa yang tertelak di berbatasan dengan wilayah Kota Salatiga itu kini dikenal sebagai kampung koboi. Hal itu tak lepas dari banyaknya populasi kuda di daerah setempat. Selain itu, ditunjang dengan adanya sekolah berkuda, serta lapangan pacuan kuda sepanjang 1.200 meter dengan view Gunung Merbabu dan Merapi nan menawan. Sekolah berkuda Arrowhead yang berada di dekat lapangan pacuan kuda itu merupakan pusat berkuda di Tegalwaton. ”Sekolah berkuda ini berdiri sejak Februari 2010,” jelas Andre Pakendong (40), kepala sekolah Arrowhead Horse Riding School. Di sekolah itu terdapat sekitar 40 kuda tunggang atau ecostrian dan 10 poni atau kuda kecil yang cocok untuk anak-anak. Tempat tersebut menawarkan beberapa pilihan wisata berkuda, di antaranya menungang kuda (horse ride), menunggang poni (pony ride), dan pelajaran naik kuda (riding lesson). Karena tarifnya terjangkau dan satu-satunya di Jateng, peminat wisata berkuda cukup banyak. ”Ekspatriat juga banyak yang menggemari berkuda di sini. Mereka berasal dari Jerman, Inggris, Jepang, dan Amerika,” jelas Andre. Aki Yamanishi (34) warga Jepang, salah satu penikmat wisata berkuda Tegalwaton mengungkapkan, kesukaannya wisata berkuda di Tegalwaton. ”Menunggang kuda membutuhkan keterampilan dan kecakapan tersendiri. Sebab, kuda identik dengan kekuatan dan kecepatan,” katanya. Hal senada dikemukakan Sandra Kusumawati (25), anggota DPRD Kota Salatiga. Menurutnya, menunggang kuda memiliki sensasi tersendiri. Dia pun sering berkeliling desa menunggang kuda kesayangannya, Chivas. ”Jadi datanglah ke Tegalwaton, nikmati dan rasakan sensasi wisata berkuda.” Kepala Desa Tegalwaton, Agus Suranta mengatakan, pihaknya merintis desa wisata itu sejak 2001. ”Saat ini ada sekitar 200 ekor kuda di Tegalwaton. Baik milik warga atau milik orang lain yang dipelihara di sini, ” jelas Agus. Hal itu berdampak positif bagi warga setempat, seperti harga jual tanah di sekitar lapangan pacuan kuda melonjak. Selain itu, banyaknya warga yang mendapat pekerjaan, baik di Arrowhead atau Havana. Mereka menjadi pencari rumput atau mengurus kuda. ”Saya berharap Desa Tegalwaton ini bisa jadi desa wisata berkuda agar berkembang. Hal itu butuh dukungan dari berbagai pihak. Miliaran Rupiah Sementara itu, di istal atau kandang kuda Arrowhead itu terlihat puluhan kuda bertubuh gagah dan terawat. Begitu pula kuda-kuda milik Agus Suranta nampak terawat. Jangan heran, bila hewan yang memiliki nama latin Eguus Caballus tersebut harganya mahal. Menurut Andre Pakendong, harganya mahal karena tidak ada standar harga yang pasti. Jadi jangan heran bila harga kuda selangit. Di Arrowhead, kata dia, rata-rata harganya mencapai ratusan juta, bahkan ada yang mencapai satu miliar rupiah lebih. Adalah Chosen Light, nama kuda dari Australia di Arrowhead yang harganya menurut Andre, mencapai Rp 1,3 miliar. Silsilah Chosen Light berasal dari Sire Danehill Amerika Serikat dan Dam Star of Light Australia. Agus Suranta mengatakan, hobi berkuda itu didasarkan pada kecintaan, sehingga harga kuda memang tidak ada patokan yang pasti. Dahulu Agus memiliki 24 ekor kuda. Tapi karena mahalnya biaya perawatan dan makanan, serta ada yang dibeli orang karena sering mendapat juara dalam berbagai kejuaraan, saat ini dia hanya memiliki tujuh ekor kuda. Sumber: http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/08/28/157477/Sensasi-Berkuda-di-Kampung-Koboi www.salatigakota.com www.arrowheadstable.blogspot.com

0 comments:

Post a Comment

 
Wisata & Kuliner Salatiga © 2011 | Designed by Interline Cruises, in collaboration with Interline Discounts, Travel Tips and Movie Tickets